Lompat ke isi utama

Berita

PENGAWASAN DAN PARTISIPAN PEMILU

Oleh Ahmad Saipudin, Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung

Amanat amandemen Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945 mengisyaratkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Pemilihan Umum di indonesia menganut azas “LUBER” yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, bebas, dan, Rahasia. Langsung, berarti pemilih diharuskan menggunakan/memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan Umum, berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas, berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun Rahasia, berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian, di era Reformasi berkembang pula azas,“JURDIL”, yang merupakan singkatan dari Jujur dan Adil. Azas Jujur mengandung arti bahwa Pemilihan Umum Harus dilaksanakan sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya.

Azas Adil adalah perlakuan yang sama terhadap Peserta Pemilu dan Pemilih, tanpa ada diskriminasi terhadap peserta dan pemilih tertentu. 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Tahun 2019 Pada Pemilihan DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI, Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019.

Bawaslu sebagai lembaga yang mempunyai mandat untuk mengawasi proses Pemilu membutuhkan dukungan banyak pihak dalam aktifitas pengawasan. Salah satunya adalah dengan mengajak segenap kelompok masyarakat untuk terlibat dalam partisipasi pengawasan setiap tahapannya.

Keterlibatan masyarakat dalam pengawalan suara tidak sekadar datang dan memilih, tetapi juga melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi, serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu.

Pemilu bukanlah sekadar ajang seremonial politik belaka yang menafikan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat menjadi subyek dalam proses Pemilu. Pengawasan partisipatif yang dilakukan untuk memujudkan warga negara yang aktif dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.

Bagi masyarakat, dengan terlibat dalam pengawasan Pemilu secara langsung, mereka dapat mengikuti dinamika politik yang terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang penyelenggaraan Pemilu dan semua proses yang berlangsung. Bagi penyelenggara Pemilu, kehadiran pengawasan masyarakat yang massif secara psikologis akan mengawal dan mengingatkan mereka untuk senantiasa berhatihati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan Pemilu.

Sebelum sampai kepada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu, tantangan besar yang juga dihadapi Bawaslu adalah membangun kesadaran politik masyarakat. Kesadaran masyarakat atas kedaulatan yang dimiliki dalam proses demokrasi nyatanya masih rendah.

Kerendahan kesadaran tersebut salah satu pemicunya adalah minimnya pengetahuan rakyat mengenai demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu. Di sisi lain, harus diakui bahwa, berdasarkan evaluasi, Bawaslu belum secara maksimal menyediakan informasi tersebut bagi masyarakat.

Hasil kerja-kerja pengawasan, penegakan hukum Pemilu dan penanganan sengketa yang dijalankan Bawaslu juga belum terdokumentasi dan teriventarisasi secara baik. Bukan hanya media atau wadah penyampaian informasinya saja yang terbatas. Akses bagi masyarakat untuk mendapat informasi dan pengetahuan tersebut juga sangat terbatas.

Oleh Karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara Bawaslu dan masyarakat pemilih. Kelompok masyarakat yang memberikan perhatikan besar terhadap pelaksanaan Pemilu yang berlangsung jujur dan adil berkomunikasi secara intensif dengan Bawaslu.

Peningkatan kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok masyarakat sipil inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama masyarakat. Bersama rakyat kita awasi Pemilu, Bersama Bawaslu kita tegakkan keadilan Pemilu Seiring semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi, penyampaian pesan tidak lagi hanya dijalankan secara tatap muka atau dengan media konvensional.

Media sosial dinilai lebih efektif dan efisien digunakan. Untuk itu, sudah seyogiyanya menjadi tugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mampu membaca kebutuhan zaman itu. Memaksimalkan penggunaan media sosial adalah suatu keharusan. Penggunaan media sosial adalah untuk menjangkau semua pemangku kepentingan pengawasan pemilu dari semua kelompok dan golongan.

Untuk itu Penulis mencoba menguraikan karya Ilmiah  Pengawasan dan parstisipasi pemilu . ini sebagai sarana komunikasi, sosialisasi dan pembangunan pengawasan parstisipasi pemilu . Harapan kami, karya Tulis  ini dapat menjadi pegangan yang lebih jauh outcome adalah meningkatkan kesadaran pengawasan parstisipasi pemilu  oleh masyarakat. “Bersama rakyat awasi Pemilu, Bersama Bawaslu tegakkan keadilan Pemilu”

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Bawaslu di seluruh tingkatan, mulai dari Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu di tingkat kecamatan, dalam melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu diupayakan agar mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu.

Hal ini menjadi bagian yang amat penting, sebab pada dasarnya pengawasan Pemilu bukanlah semata-mata berada di pundak lembaga pengawas Pemilu, dalam hal ini Bawaslu dan seluruh jajaran pengawas Pemilu, melainkan juga merupakan tanggung jawab moril seluruh komponen dan elemen masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan prinsip demokrasi yang kita anut, bahwa demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Melalui Slogan Bawaslu yang selama gaung-gaungkan Bawaslu “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”,

Bawaslu dalam penyelenggaraan Pemilu, hanyalah merupakan sebuah lembaga negara yang secara hukum diberikan amanah dan wewenang sesuai ketentuan dan peraturan perundan-undangan yang mengaturnya. Bawaslu adalah lembaga resmi yang bertugas mengawasi jalannya seluruh tahapan Pemilu.

Disamping sebagai lembaga pengawas Pemilu yang sah yang diberikan kewenangan dalam menangani setiap laporan/temuan dugaan pelanggaran Pemilu, Bawaslu juga merupakan lembaga yang dapat menyelesaikan permohonan sengketa proses Pemilu yang dimohonkan oleh peserta Pemilu.

Secara Umum Pengawasan Pemilu dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, akan tetapi secara spesifik dilakukan oleh Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Desa dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara. Setiap Tingkatan Jajaran memiliki tugas untuk mengawasi sesuai dengan wilayah kerja dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pemilu di ruang lingkup wilayahnya.

Oleh karena itu, hendaknya Bawaslu beserta seluruh lapisan masyarakat saling berkoordinasi untuk melakukan pengawasan sehingga terwujudnya Pengawas yang terpercaya dalam penyelenggaraan Pemillu Demokrtis, bermartabat dan berkualitas sehingga tercapainya.

Disini penulis coba kembangkan tentang efisiensi pengawasan partisipasi pemiliu 2019. Besarnya tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019, kuat  jika pemilih mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak hanya menentukan siapa calon wakil rakyat yang dipilihnya untuk duduk di lembaga legislatif, namun juga datang untuk menentukan pemimipin bangsa, presiden dan wakil presiden untuk lima tahun kedepan.

Kendati tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 dinilai cukup besar dan amat menggembirakan, dan itu tersebar hampir di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia – sebagaimana pernyataan yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam sebuah keterangan pers, yang menyebutkan jika tingkat partisipasi masyarakat pada pemungutan suara Pemilu 2019 lalu mencapai 80 persen, namun yang menjadi pertanyaanya adalah, apakah besarnya tingkat partisipasi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya di TPS dibarengi pula dengan semakin tingginya tingkat partisipasi masyarakat bersama-sama dalam mengawasi Pemilu? sehingga Pemilu 2019 yang diselenggarakan itu dapat dikatakan sebagai Pemilu yang berkualitas, jauh dari kecurangan maupun pelanggaran?.

Disamping itu, sejauh mana efektivitas penegakan keadilan Pemilu yang dilakukan Bawaslu dalam rangka menegakkan aturan Pemilu bagi menjaga kemurnian penyelenggaraan Pemilu yang bebas dari pelanggaran Pemilu?.

Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu, disamping memiliki peran dalam melakukan upaya-upaya pencegahan dan penindakan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, juga memiliki tugas dan wewenang yang cukup berat dan besar. Diantaranya Bawaslu tampil sebagai ‘hakim’ yang dapat mengadili kasus-kasus pelanggaran Pemilu yang ditanganinya.

Bawaslu melalui Undang-Undang Pemilu, selain keberadaannya di tingkat kabupaten/kota telah ditingkatkan statusnya menjadi sebuah badan, kewenangan yang ada padanya juga bertambah. Salah satu kewenangan itu adalah bahwa Bawaslu kabupaten/kota telah diberikan kewenangan berdasarkan undang-undang untuk mampu menyelesaikan permohonan sengketa proses Pemilu melalui sidang pemeriksaan. Termasuk pula menangani pelanggaran-pelanggaran administrasi yang diajukan peserta Pemilu kepadanya.

Nah, dengan undang-undang Pemilu yang baru ini juga, tentu merupakan sebuah kehormatan yang besar bagi segenap jajaran lembaga Pengawas Pemilu di seluruh Indonesia, yakni dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ‘Pengawas/Curi’ dalam penyelenggaraan Pemilu.

Namun perlu diperhatikan, jika kewenangan yang diberikan undang-undang tersebut mesti disambut dan diantisipasi semaksimal mungkin dengan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh dan berkualitas di tubuh lembaga Bawaslu kabupaten/kota. Sebab di tangan-tangan Bawaslu kabupaten/kota inilah para peserta Pemilu mengadu, mengharapkan agar Bawaslu tampil sebagai salah satu lembaga yang dapat memutuskan keadilan Pemilu, terutama terhadap dugaan-dugaan pelanggaran Pemilu yang terjadi.

Sejauh ini, keberadaan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam menjalankan amanah undang-undang – khususnya pada Pemilu tahun 2019 lalu, dinilai telah menunjukkan kiprahnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan sengketa proses Pemilu dan pelanggaran administrasi Pemilu.

Bawaslu kabupaten/kota dengan kewenangan yang ada, juga mampu melakukan penindakan terhadap laporan maupun temuan terhadap dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu. Bahkan Bawaslu kabupaten/kota juga telah tampil menjadi pengadil yang adil dan mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang profesional.

Kewenangan serta kemampuan dalam menyelesaikan berbagai bentuk pelanggaran Pemilu di Bawaslu kabupaten/kota inilah yang setiap waktu mesti ditingkatkan, terutama pada Pemilu-Pemilu yang akan datang dengan berbagai penguatan kelembagaan.

Mereka juga diharapkan mampu memahami regulasi-regulasi terkait penyelenggaraan Pemilu dan penanganan pelanggaran Pemilu dengan benar dan tepat, sehingga Bawaslu benar-benar menjadi lembaga yang terhormat, yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan Pemilu, bertanggung jawab serta memiliki integritas yang tinggi – yang pada akhirnya Bawaslu tidak hanya sekadar lembaga menurunkan spanduk, Baliho, stiker dan pemberi stempel bagi Pemilu, namun seutuhnya menjadi lembaga yang memiliki peran besar bagi mengawal pesta demokrasi dan tempat bagi menemukan keadilan Pemilu.

Tag
OPINI